Selasa, 09 Maret 2010

Mie Pangsit Medan

Di Medan banyak “mie pangsit”. Walaupun namanya mie pangsit, disajikannya tanpa pangsit rebus atau goreng seperti yang biasa kita temukan di Jakarta. Harganya beragam, rata-rata Rp 7.000,- per mangkuk.

Dulu yang paling cocok dengan lidah saya adalah mie di Kedai Kopi Jelita di sebelah Novotel Jalan Pemuda. Rasanya sungguh pas, disajikan dengan cabe potong hijau/merah (di Medan tidak ada saus tomat atau sambal botol). Belakangan ketika ke sana lagi ternyata sudah tutup alias tidak lagi menjual mie.

Di gang-gang belakang Sun Plaza (Kampung Keling) juga banyak penjual mie. Saya tidak kenal betul namanya, hanya ciri-cirinya. Saya pernah merasa cocok dengan “Mie Ayu” di Jalan Kediri. Penjualnya gemuk dan berambut cepak (walaupun demikian tetap dipanggil “Bang”). Yang jadi kasir adalah ibunya (yang juga gemuk) dan melayani dengan tangan kiri (dulu selalu minta maaf karena menyerahkan uang dengan tangan kiri, sekarang tidak lagi). Si engkoh Ayu ini punya asisten cewek yang merebus mie. Dia tinggal mengulang pesanan sambil mengaduk-aduk mie yang sudah matang. Kadang ibunya juga mengingatkannya meja mana yang belum dilayani. Entah mengapa sejak terakhir ke Medan, rasaya agak berubah – terlalu asin dan anekaragam.

Justru yang sekarang rasanya pas bagi saya adalah Mie Amin. Penjualnya pakai handuk yang dililitkan di kepalanya sehingga dengan kumisnya lebih cocok jadi pendekar silat. Mie Amin ini sejenis dengan mie Ayu (keriting siantar).

Amin
Amin (kiri) dengan lilitan handuk di kepala

Di kedai Amin ini dindingnya dihiasi dengan gambar-gambar Yerusalem dan Tanah Suci serta diputarkan lagu-lagu rohani Kristen. Bahkan ada pengumuman “Minggu Tutup. Tuhan Yesus Memberkati”. Yang mengerjakan mie pangsit sebenarnya asistennya, sedangkan Amin lebih banyak menggoreng.

Hari Minggu Tutup
Di salah satu sudut juga ada mie pangsit yang agak mahal dengan penjualnya sering marah-marah. Pernah saya pesan mie pangsit, eh dibuatkan mie goreng. Ketika saya komplein malah si penjual balas memarahi saya. Seorang wanita di situ – mungkin istrinya – langsung mengambil mie itu dan memakannya. Di depan warungnya sering terdapat Mercedes. Selain karena karakter penjualnya yang kurang mengenakkan dan harganya juga mahal, saya tidak pernah lagi makan di situ.

Pengalaman kurang mengenakkan juga terjadi di kedai mie dekat situ pula. Adanya juga di sudut dengan pengaturan kursi di lorong (seperti waktu makan mie di Chiku Road, Singapura). Yang jual wanita setengah baya yang judesnya luar biasa serta tidak mau berbahasa Indonesia. Harganya juga mahal meskipun rasanya lumayan.

Ada satu lagi mie pangsit dekat Ayu, jualannya di rumah. Saya pernah makan di situ sambil nonton siaran langsung penyerbuan tempat persembunyian Noordin M.Top tahun lalu. Harganya murah tetapi rasanya kurang enak.

Di belakang Hotel Best Western Asean ada Mie Waringin 007. Yang jualnya dua orang gadis. Rasanya cukup enak dan harganya murah, serta sudah buka dari jam 7 pagi. Tak jauh di deretan itu ada juga mie pangsit halus tetapi rasanya tawar dan harganya mahal.

Jadi sekarang ini kalau ke Medan saya lebih suka makan mie pangsit Amin atau Mie Waringin 007 belakang hotel. Rasanya pas di lidah dan harganya murah. THE WINGLET

Jumat, 05 Maret 2010

Terbang dengan PK-GMC, Garuda Indonesia New 737-800NG

Kabin
Setelah sekian lama hanya "menikmati" melalui gambar dan cerita di internet, akhirnya aku benar-benar merasakan terbang dengan PK-GMC, salah satu dari Boeing 737-800NG Garuda Indonesia dengan interior dan livery baru dalam rute Jakarta - Medan, 28 Februari 2010.

Seperti biasa sebelum berangkat aku mencari tahu dulu registrasi pesawat yang akan digunakan melalui website Garuda Indonesia. Ternyata bagai mendapat hadiah Gebyar Tahapan, kali ini GA 186 dilayani oleh PK-GMC, the brand new B737-800NG yang memiliki IFE (in-flight entertainment) alias layar monitor di setiap sandaran kursi. Biasanya PK-GMC digunakan untuk rute Jakarta-Denpasar-Perth pp.


Jadwal tugas PK-GMC hari itu adalah: Jakarta-Semarang pp (GA 232 07:40-08:40 dan GA 235 09:20-10:20), Jakarta-Medan pp dua kali (GA 186 11:00-13:15 dan GA 189 13:55-16:10, GA 192 16:50-19:05 dan GA 195 19:45-22:00). Pesawat ini baru tiba di Jakarta dari Seattle tanggal 4 November 2009, jadi baru sekitar 4 bulan usianya. Ketika aku tiba di bandara, PK-GMC sudah docking di F3. 15 menit sebelum jam 11 para penumpang sudah dipersilakan memasuki pesawat.

PK-GMC
Wah ternyata benar keren interior Garuda yang baru. Agak norak sedikit jepret kamera sana-sini dan mungkin karena terlalu antusias foto yang diambil sang pramugari yang cantik terhapus (belakangan aku minta tolong difoto sekali lagi sebelum mendarat). Warna kursi interior baru ini adalah coklat kemerahan di kelas bisnis dan kombinasi coklat tua dan muda di kelas ekonomi.

Kelas Bisnis
Kelas Bisnis
Kelas Ekonomi
Kabin
Layar monitor menunjukkan peta rute perjalanan, lama waktu tempuh, dan welcome. Di kantung kursi tersedia headset yang masih dalam plastik tersegel. Kata sang pramugari nanti kalau sudah take-off baru berfungsi. Kabel headset dicolok ke pegangan kursi untuk mendengarkan suara.

Peta
Peta
Waktu
Welcome
Welcome
Walaupun dari kisah di internet katanya ada banyak program dan game, ternyata hanya satu saja yang tersedia alias tidak ada pilihan, yaitu film "Berbagi Suami". Padahal aku ingin mengambil gambar informasi ketinggian, kecepatan, dan temperatur di luar pesawat - eh sampai mendarat ternyata film itu terus.

Headset
Headset
Headset
Berbagi Suami
Penerbangan ke Medan itu ditempuh dalam waktu 1 jam 53 menit dengan kondisi cuaca baik. Seperti biasa dalam penerbangan lebih dari 1 jam Garuda Indonesia menyajikan hidangan dengan es krim sebagai pengganti buah.

take-off
The Winglet
Meal
Tepat jam satu siang PK-GMC mendarat dengan mulus di Bandara Polonia, Medan.

Touch Down
Polonia




Berakhirlah penerbangan yang mengasyikkan dengan new 737-800NG Garuda Indonesia.

it's me
THE WINGLET