Kamis, 31 Desember 2009
Minggu, 27 Desember 2009
Mengamati “Perjalanan” Matahari Sepanjang Tahun
Dalam geografi diajarkan bahwa matahari tidak selalu terbit dari titik yang sama, melainkan akan bergeser setiap tiga bulan sekali. Hal ini dikarenakan posisi rotasi bumi dalam mengelilingi matahari miring 23,5 derajat sehingga seakan-akan matahari bergerak dari katulistiwa (Maret) menuju utara (Juni) kemudian kembali ke katulistiwa (September) lalu turun ke selatan (Desember), kembali ke katulistiwa dan seterusnya.
Adanya “perjalanan” matahari ini menyebabkan terjadinya perubahan musim: wilayah utara bumi mengalami musim panas pada bulan Juni dengan puncaknya tanggal 21 Juni terjadi siang terpanjang saat matahari berada dalam “perjalanan” paling utara (23,5 derajat). Bahkan kondisi matahari bersinar sepanjang hari di daerah utara Norwegia dan Kutub Utara. Sebaliknya wilayah selatan bumi sedang menjalani musim dingin dan baru mengalami musim panas pada bulan Desember saat matahari “berkunjung” ke selatan. Posisi matahari paling selatan (lintang 23,5 derajat) jatuh tanggal 23 Desember. Pada hari itu di wilayah utara siang benar-benar pendek dan setelah itu perlahan-lahan (terang / cahaya) akan berangsur-angsur kembali memanjang hingga musim panas tahun berikutnya. Kaum pagan merayakan kembalinya terang (dewa matahari mengalahkan kegelapan) itu tanggal 25 Desember yang kemudian dijadikan Hari Natal oleh kaum Kristen dengan makna kelahiran terang dunia yaitu Yesus Kristus.
Sedangkan katulistiwa (ekuator) adalah garis imajiner yang membagi bumi menjadi dua wilayah yang sama atau lintang nol derajat. Di Indonesia ada dua kota yang dilalui garis katulistiwa : Pontianak (Kalbar) dan Bonjol (Sumbar). Setahun dua kali pada tanggal 21 Maret dan 21 September siang dan malam di kota tersebut akan sama lamanya.
“Perjalanan” matahari sepanjang tahun 2009 ini dapat pula diamati dari halaman Gereja Santo Matias Rasul Kosambi:
22 Maret 2009 : matahari berada di belakang gereja. Perhatikan bayangan tembok gereja sebelah kiri bawah menghadap kamera. THE WINGLET
21 Juni 2009 : matahari berada di sebelah kiri gereja. Perhatikan bayangan orang di latar depan mengarah ke kanan. THE WINGLET
20 September 2009 : matahari berada di belakang gereja (tidak ada bayangan). THE WINGLET
27 Desember 2009 : matahari berada di sebelah kanan gereja. Perhatikan bayangan orang berjalan mengarah ke kiri. THE WINGLET
Di dalam gereja sendiri, umat yang duduk di deretan kursi sebelah kiri dan kanan lorong utama dapat menyaksikan cahaya matahari memancar tepat dari belakang patung Yesus tersalib pada tanggal 21 Maret dan 21 September. Pada tanggal 21 Juni cahaya matahari akan memancar sedikit ke kanan (dari arah utara) dan pada tanggal 23 Desember sinar matahari akan memancar sedikit ke kiri (dari arah selatan). Kesimpulannya, gereja ini menghadap ke timur (arah matahari terbit) yang memaknakan Kristus sebagai terang dunia dan Allah sebagai sumber kehidupan.
Selamat Pesta Keluarga Kudus. THE WINGLET
Adanya “perjalanan” matahari ini menyebabkan terjadinya perubahan musim: wilayah utara bumi mengalami musim panas pada bulan Juni dengan puncaknya tanggal 21 Juni terjadi siang terpanjang saat matahari berada dalam “perjalanan” paling utara (23,5 derajat). Bahkan kondisi matahari bersinar sepanjang hari di daerah utara Norwegia dan Kutub Utara. Sebaliknya wilayah selatan bumi sedang menjalani musim dingin dan baru mengalami musim panas pada bulan Desember saat matahari “berkunjung” ke selatan. Posisi matahari paling selatan (lintang 23,5 derajat) jatuh tanggal 23 Desember. Pada hari itu di wilayah utara siang benar-benar pendek dan setelah itu perlahan-lahan (terang / cahaya) akan berangsur-angsur kembali memanjang hingga musim panas tahun berikutnya. Kaum pagan merayakan kembalinya terang (dewa matahari mengalahkan kegelapan) itu tanggal 25 Desember yang kemudian dijadikan Hari Natal oleh kaum Kristen dengan makna kelahiran terang dunia yaitu Yesus Kristus.
Sedangkan katulistiwa (ekuator) adalah garis imajiner yang membagi bumi menjadi dua wilayah yang sama atau lintang nol derajat. Di Indonesia ada dua kota yang dilalui garis katulistiwa : Pontianak (Kalbar) dan Bonjol (Sumbar). Setahun dua kali pada tanggal 21 Maret dan 21 September siang dan malam di kota tersebut akan sama lamanya.
“Perjalanan” matahari sepanjang tahun 2009 ini dapat pula diamati dari halaman Gereja Santo Matias Rasul Kosambi:
22 Maret 2009 : matahari berada di belakang gereja. Perhatikan bayangan tembok gereja sebelah kiri bawah menghadap kamera. THE WINGLET
21 Juni 2009 : matahari berada di sebelah kiri gereja. Perhatikan bayangan orang di latar depan mengarah ke kanan. THE WINGLET
20 September 2009 : matahari berada di belakang gereja (tidak ada bayangan). THE WINGLET
27 Desember 2009 : matahari berada di sebelah kanan gereja. Perhatikan bayangan orang berjalan mengarah ke kiri. THE WINGLET
Di dalam gereja sendiri, umat yang duduk di deretan kursi sebelah kiri dan kanan lorong utama dapat menyaksikan cahaya matahari memancar tepat dari belakang patung Yesus tersalib pada tanggal 21 Maret dan 21 September. Pada tanggal 21 Juni cahaya matahari akan memancar sedikit ke kanan (dari arah utara) dan pada tanggal 23 Desember sinar matahari akan memancar sedikit ke kiri (dari arah selatan). Kesimpulannya, gereja ini menghadap ke timur (arah matahari terbit) yang memaknakan Kristus sebagai terang dunia dan Allah sebagai sumber kehidupan.
Selamat Pesta Keluarga Kudus. THE WINGLET
O Come O Ye Faithful
Tak terasa sebelas bulan dalam tahun 2009 telah berlalu. Kesan sebentar lagi Natal akan tiba yang ditandai dengan semaraknya mal menjual pernak-pernik Natal : pohon Natal, hiasan, busana merah, patung Yosef, Maria, bayi Yesus, dan tiga raja (lebih seru lagi ditambah dengan film Home Alone 1 dan 2). Untuk mengucap syukur atas berkat yang diperoleh sepanjang tahun 2009, di rumah terpasang pohon Natal mini dari plastik dengan dengan pita ungu.
Pohon Natal di rumah. THE WINGLET
Dari mana asalnya tradisi pohon Natal? Dari informasi melalui internet*, bangsa Jerman kuno memiliki kebiasaan memasang batang pohon lengkap dengan cabang dan daunnya di tempat tinggal mereka untuk mengusir roh jahat sekaligus sebagai harapan agar musim semi segera tiba. Kebiasaan tersebut dilarang Gereja pada saat agama Kristen menyebar di Jerman. Namun pada sekitar abad ke-12 seorang pembuat roti memiliki ide untuk menaruh batang pohon dalam keadaan terbalik dan hal ini disetujui Gereja Katolik.
Martin Luther, Reformis Gereja, dikisahkan menemukan ide pada saat berjalan-jalan di hutan pada suatu malam. Luther terkesan dengan keindahan gemerlap bintang di angkasa yang terlihat di antara cabang pohon cemara, sehingga ia menebang sebuah pohon cemara kecil dan membawa pulang. Untuk memperlihatkan kepada keluarganya suasana gemerlap bintang di hutan tersebut, Luther memasang lilin-lilin pada cabang pohon cemara. Lama-kelamaan pohon Natal dihiasi dengan lampu, malaikat, cokelat, dan apel.
Mengapa Pohon Cemara
Pohon cemara tergolong “evergreen” (di musim salju daunnya selalu hijau meskipun semua pohon hampir rontok daunnya) yang melambangkan hidup kekal. Secara tradisional pohon Natal dipasang mulai 24 Desember sampai dengan 6 Januari. Selain itu ada legenda Santo Bonifasius dari Inggris yang dalam perjalanannya bertemu dengan sekelompok orang yang akan mempersembahkan seorang anak kepada Dewa Thor di pohon oak. Untuk menghentikan perbuatan mereka, Santo Bonifasius merobohkan pohon oak tersebut dengan tangannya. Setelah kejadian itu di tempat pohon oak yang roboh tumbuh pohon cemara.
Bangsa Romawi menggunakan pohon cemara dalam perayaan Saturnalia pada tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Dewa Matahari Mithras (yang berasal dari Persia kemudian dipuja di Roma). Mereka menghiasi pohon cemara dengan pernak-pernik kecil dan topeng. Demikian pula dewa matahari orang Mesir dan Yunani diperingati pada tanggal 27-28 Desember. Bahkan ada yang disebut hari matahari yaitu Sunday (Sun=matahari, Day = Hari).
Pada masa modern, Raja George memperkenalkan pohon Natal di Inggris. Akan tetapi hal ini kurang populer karena rakyat Inggris kurang bersimpati karena George berasal dari dinasti Jerman. Baru pada tahun 1846 Ratu Victoria dan Pangeran Albert beserta kedua anak mereka digambarkan oleh London News sedang mengelilingi pohon cemara. Kecintaan rakyat Inggris kepada Ratu Victoria membuat pohon Natal segera populer di Inggris.
Di Amerika, pohon Natal diperkirakan diperkenalkan di Pennsylvania pada tahun 1830-an oleh seorang pendatang dari Jerman. Pada awal abad ke-20 industri Natal berkembang dengan penjualan hiasan Natal, pernak-penik Santa Klaus, rumbai yang dililitkan ke pohon, bola-bola gantungan, dll. Berdirinya pohon cemara di tempat umum menjadi pemandangan biasa menjelang Natal. Salah satu lokasi yang terkenal adalah di New York (ingat film Home Alone 2 saat Kevin ditemukan ibunya di depan pohon Natal besar). THE WINGLET
*sumber : wikipedia
Pohon Natal di rumah. THE WINGLET
Dari mana asalnya tradisi pohon Natal? Dari informasi melalui internet*, bangsa Jerman kuno memiliki kebiasaan memasang batang pohon lengkap dengan cabang dan daunnya di tempat tinggal mereka untuk mengusir roh jahat sekaligus sebagai harapan agar musim semi segera tiba. Kebiasaan tersebut dilarang Gereja pada saat agama Kristen menyebar di Jerman. Namun pada sekitar abad ke-12 seorang pembuat roti memiliki ide untuk menaruh batang pohon dalam keadaan terbalik dan hal ini disetujui Gereja Katolik.
Martin Luther, Reformis Gereja, dikisahkan menemukan ide pada saat berjalan-jalan di hutan pada suatu malam. Luther terkesan dengan keindahan gemerlap bintang di angkasa yang terlihat di antara cabang pohon cemara, sehingga ia menebang sebuah pohon cemara kecil dan membawa pulang. Untuk memperlihatkan kepada keluarganya suasana gemerlap bintang di hutan tersebut, Luther memasang lilin-lilin pada cabang pohon cemara. Lama-kelamaan pohon Natal dihiasi dengan lampu, malaikat, cokelat, dan apel.
Mengapa Pohon Cemara
Pohon cemara tergolong “evergreen” (di musim salju daunnya selalu hijau meskipun semua pohon hampir rontok daunnya) yang melambangkan hidup kekal. Secara tradisional pohon Natal dipasang mulai 24 Desember sampai dengan 6 Januari. Selain itu ada legenda Santo Bonifasius dari Inggris yang dalam perjalanannya bertemu dengan sekelompok orang yang akan mempersembahkan seorang anak kepada Dewa Thor di pohon oak. Untuk menghentikan perbuatan mereka, Santo Bonifasius merobohkan pohon oak tersebut dengan tangannya. Setelah kejadian itu di tempat pohon oak yang roboh tumbuh pohon cemara.
Bangsa Romawi menggunakan pohon cemara dalam perayaan Saturnalia pada tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Dewa Matahari Mithras (yang berasal dari Persia kemudian dipuja di Roma). Mereka menghiasi pohon cemara dengan pernak-pernik kecil dan topeng. Demikian pula dewa matahari orang Mesir dan Yunani diperingati pada tanggal 27-28 Desember. Bahkan ada yang disebut hari matahari yaitu Sunday (Sun=matahari, Day = Hari).
Pada masa modern, Raja George memperkenalkan pohon Natal di Inggris. Akan tetapi hal ini kurang populer karena rakyat Inggris kurang bersimpati karena George berasal dari dinasti Jerman. Baru pada tahun 1846 Ratu Victoria dan Pangeran Albert beserta kedua anak mereka digambarkan oleh London News sedang mengelilingi pohon cemara. Kecintaan rakyat Inggris kepada Ratu Victoria membuat pohon Natal segera populer di Inggris.
Di Amerika, pohon Natal diperkirakan diperkenalkan di Pennsylvania pada tahun 1830-an oleh seorang pendatang dari Jerman. Pada awal abad ke-20 industri Natal berkembang dengan penjualan hiasan Natal, pernak-penik Santa Klaus, rumbai yang dililitkan ke pohon, bola-bola gantungan, dll. Berdirinya pohon cemara di tempat umum menjadi pemandangan biasa menjelang Natal. Salah satu lokasi yang terkenal adalah di New York (ingat film Home Alone 2 saat Kevin ditemukan ibunya di depan pohon Natal besar). THE WINGLET
*sumber : wikipedia
Label:
Pohon Natal,
Risal Wiratanya
Pesta Keluarga Kudus
Ketika berkunjung ke Ganjuran awal November lalu Sandra membeli patung Keluarga Kudus Jawa. Lucu dan unik karena Yosef, Maria, dan Yesus kecil mengenakan busana Jawa. Bahkan Santo Yosef berblangkon!
Patung Keluarga Kudus Jawa yang dibeli di Ganjuran. THE WINGLET
Ada dua set patung Keluarga Kudus Jawa : yang satu diberkati oleh Romo Susilo, yang satu lagi oleh Romo Didit (beliau agak bingung melihat benda ini). Satu set kami serahkan kepada Bu Widya, rekan di kantor, sebagai kenang-kenangan memasuki masa pensiun pada tanggal 14 Desember 2009 (beliau tanggal 26 Desember juga menikahkan putranya di Jakarta).
Patung Keluarga Kudus di Kandang Natal Gereja St Matias Rasul, Kosambi. Yesus kecil dibungkus dengan batik. THE WINGLET
Selamat Pesta Keluarga Kudus. THE WINGLET
Patung Keluarga Kudus Jawa yang dibeli di Ganjuran. THE WINGLET
Ada dua set patung Keluarga Kudus Jawa : yang satu diberkati oleh Romo Susilo, yang satu lagi oleh Romo Didit (beliau agak bingung melihat benda ini). Satu set kami serahkan kepada Bu Widya, rekan di kantor, sebagai kenang-kenangan memasuki masa pensiun pada tanggal 14 Desember 2009 (beliau tanggal 26 Desember juga menikahkan putranya di Jakarta).
Patung Keluarga Kudus di Kandang Natal Gereja St Matias Rasul, Kosambi. Yesus kecil dibungkus dengan batik. THE WINGLET
Selamat Pesta Keluarga Kudus. THE WINGLET
Kamis, 24 Desember 2009
Misa Malam Natal di Gereja St.Matias Rasul
O Holy Night, The Stars Are Brightly Shining
Saat boneka bayi Yesus diletakkan di Kandang Natal, lampu gereja dipadamkan sehingga yang tampak hanya "terang bintang" THE WINGLET
Kali ini kami menghadiri misa (paling) malam Natal 24 Desember jam 21.00. Selain karena lokasi gereja yang dekat, lebih mudah mendapatkan tempat duduk, juga rasanya kurang lengkap karena pada misa Natal pagi bacaan Injilnya tidak menceritakan kelahiran Yesus di Betlehem (melainkan diambil dari Yohanes tentang sabda yang menjelma menjadi manusia).
Jam delapanan kami datang dan di dalam gereja masih banyak tempat kosong (kalau mau dapat tempat enak silakan datang lebih awal, jangan sampai sudah datangnya mepet maunya duduk di depan lagi). THE WINGLET
Misa dipimpin Romo Didit didampingi dua frater : Graha dan Thomas Ulun. Kali ini Romo Didit homili sambil “berkeliaran” (setelah sekian lama beliau tidak melakukannya) dengan pesan Natal membawa damai.
Putri altarnya ngantuk ya? THE WINGLET
Romo Didit sedang homili THE WINGLET
Frater Ulun dan Frater Graha THE WINGLET
Sayangnya lantunan lagu O Holy Night yang menurut saya sesungguhnya adalah momen yang paling indah dan anggun dilakukan pada akhir misa saat umat sebagian sudah mulai bubar (barangkali tahun depan bisa dilantunkan setelah perarakan kanak-kanak Yesus sebelum lampu gereja kembali dinyalakan biar lebih syahdu dan sebagai lagu penutup bisa dinyanyikan Jingle Bells).
Merry Christmas!
BY THE WINGLET
Saat boneka bayi Yesus diletakkan di Kandang Natal, lampu gereja dipadamkan sehingga yang tampak hanya "terang bintang" THE WINGLET
Kali ini kami menghadiri misa (paling) malam Natal 24 Desember jam 21.00. Selain karena lokasi gereja yang dekat, lebih mudah mendapatkan tempat duduk, juga rasanya kurang lengkap karena pada misa Natal pagi bacaan Injilnya tidak menceritakan kelahiran Yesus di Betlehem (melainkan diambil dari Yohanes tentang sabda yang menjelma menjadi manusia).
Jam delapanan kami datang dan di dalam gereja masih banyak tempat kosong (kalau mau dapat tempat enak silakan datang lebih awal, jangan sampai sudah datangnya mepet maunya duduk di depan lagi). THE WINGLET
Misa dipimpin Romo Didit didampingi dua frater : Graha dan Thomas Ulun. Kali ini Romo Didit homili sambil “berkeliaran” (setelah sekian lama beliau tidak melakukannya) dengan pesan Natal membawa damai.
Putri altarnya ngantuk ya? THE WINGLET
Romo Didit sedang homili THE WINGLET
Frater Ulun dan Frater Graha THE WINGLET
Sayangnya lantunan lagu O Holy Night yang menurut saya sesungguhnya adalah momen yang paling indah dan anggun dilakukan pada akhir misa saat umat sebagian sudah mulai bubar (barangkali tahun depan bisa dilantunkan setelah perarakan kanak-kanak Yesus sebelum lampu gereja kembali dinyalakan biar lebih syahdu dan sebagai lagu penutup bisa dinyanyikan Jingle Bells).
Merry Christmas!
BY THE WINGLET
Langganan:
Postingan (Atom)